Pernah gak sih kamu membicarakan tentang tarian kontemporer? Apakah kamu mengetahui tentang IDF atau Indonesian Dance Festival, dan apakah itu Kampana?
Mungkin untuk kamu yang gemar dengan kesenian, khususnya seni tari kontemporer, pertanyaan di atas bakal mudah dijawab, dan akan familiar dengan yang namanya Indonesian Dance Festival, serta bisa saja pernah menyaksikan pagelaran tari kontemporer yang sudah berlangsung semenjak tahun 1992 itu. Namun, apakah kamu mengetahui bagaimana proses di balik layar menuju festival terbesar se-Asia Tenggara itu?
Mengapa Tarian Kontemporer Digemari?
Kalau membicarakan Tari Kontemporer, maka yang terlintas oleh saya adalah sosok Sandrina dan tim Funky Papua yang pernah mengikuti ajang pencarian bakat dalam acara Indonesia Mencari Bakat (IMB) yang ditayangkan di salah satu televisi swasta. Keduanya menampilkan tarian kontemporer yang asik dan segar alias tidak membosankan. Sandrina (Juara musim ketiga IMB tahun 2013) menampilkan perpaduan tarian modern dan tari sunda/jawa. Sedangkan Funky Papua (semifinalis musim pertama IMB tahun 2010) koreografi tarian modern dengan tarian khas Papua.
Sandrina dan Funky Papua tatkala mengikuti Indonesia Mencari Bakat (kolase by Fenni Bungsu)
Dari hal di atas, saya pun berpikir mengapa tarian kontemporer digemari, bisa karena alasan perpaduan antara seni budaya dengan masa kini. Seniman tari bisa mengeksplor bakat dan kreativitas yang ada dalam diri mereka. Inspirasinya pun dari hal apa saja di sekitar mereka, sehingga menampilkan tarian yang lebih fresh, tanpa meninggalkan unsur kearifan lokal yaitu tari tradisional.
Oleh karenanya, ketika ada kesempatan dari komunitas Indonesian Social Blogpreneur (ISB) yang digawangi oleh Teh Ani Berta untuk mengikuti Road to IDF, saya pun ingin mengetahui lebih lanjut. Terlebih adanya Kampana yang makin membuat saya tertarik, untuk menambah wawasan tentang ide-ide koreografi brilian dari para seniman yang kekinian, tetapi bisa memasukkan unsur budaya yang manis.
Indonesian Dance Festival 2024
Indonesian Dance Festival merupakan festival tarian kontemporer yang pertama kali diadakan semenjak tahun 1992. Festival dua tahunan ini masih terus berkelanjutan hingga saat ini. Wajar saja, karena festival terbesar se-Asia Tenggara ini mempertemukan para seniman tari global dan kerjasama brilian antara kurator lokal dan internasional, sehingga sudah lebih lebih dari 270 performans ditampilkan, dengan lebih dari 330 koreografer dari berbagai negara.
Edisi perdana IDF pada tahun 1992, digagas oleh sosok tari yang sekaligus merupakan tiga dewan Yayasan Loka Tari Nusantara, yaitu Maria Darmaningsih, Melina Surya Dewi, dan Nungki Kusumastuti. Lalu pada tahun 2019, IDF berada di bawah naungan Yayasan Loka Tari Nusantara. Seni tari kontemporer kita makin berkembang lagi, terlebih kehadiran IDF mendapat apresiasi manis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (kini Kemendikbudristek).
A. Program Kampana yang Mengesankan
Sebelum pentas di acara IDF, para seniman tari kontemporer mengikuti program-program yang bermanfaat seperti Matatari, Evening Performances, dan Kampana. Khusus program Kampana, saya berkesempatan melihat secara langsung di Studio Tari Salihara, Jumat 20 September 2024, bertemu dengan kakak-kakak peserta Kampana sebelum pentas di IDF 2024.
Pada program Kampana, para peserta dapat mengembangkan ide dan proses kreatif mereka guna menelurkan karya baru. Di sini mereka berdialog dan mempresentasikan karya bersama sesama peserta, mentor, dan kurator, sehingga seni yang nanti akan dipertunjukkan bakal lebih mengesankan. Hemm, jadi makin penasaran bakal seperti apa kerennya koreografi kakak-kakak peserta saat tampil nanti di IDF?
B. Enam Peserta Kampana
Makin penasaran dong, siapa saja nih para peserta yang mengikuti program Kampana tersebut? Ini dia sekilas profilnya:
1. Wayan Sumahardika
Wayan Sumahardika peserta asal Indonesia ini adalah penulis, pembuat teater sekaligus sutradara. Tak hanya sebagai inisiator Bali Performing Arts Meeting, tetapi juga telah banyak karya apiknya yang dipresentasikan, beberapa diantaranya seperti di Ubud Writers & Readers Festival dan Artjog Weekly Performance Explanatory.
2. Ela Mutiara
Koreografer kelahiran Sukabumi ini menjadikan auto etnografi sebagai metodenya dalam riset dan proses kreatif. Dalam praktik tarinya, Ela Mutiara banyak menguak tradisi, sejarah, dan perempuan dengan perspektif sosial dan budaya Sunda.
3. Noutnapha Soydala
Dari semenjak usia 6 tahun, Noutnapha Soydala telah belajar tarian tradisional Laos. Penari asal Laos ini mulai menggeluti tari kontemporer semenjak tahun 2006. Salah satu pendiri Fanglao Dance Company ini, telah banyak berkolaborasi dengan seniman internasional di Taiwan, Belgia, Paris, Malaysia, Vietnam, dan Luxembourg.
4. Ishvara Devati
Ishvara Devati, seniman asal Indonesia ini banyak berkontribusi di berbagai lokakarya, salah satunya adalah Feminist Activism Tech Camp. Beberapa karyanya telah ditampilkan, seperti di Theater der Welt di Jerman menampilkan “Deliberated Weirdness”, dan di Indonesia Bertutur 2024 menampilkan “Less Than An Ounce”.
5. Bunny Cadag
Saat kecil, Bunny Cadag telah menyukai tarian, yang dia tidak mengetahui bahwa itu adalah menari. Seniman asal Filipina ini, meraih program sertifikasi untuk Critical Practice in Contemporary Performance di Dance Nucleus, Singapura. Ia pun menjadi salah satu penerima No-Exit Grant for Unpaid Artistic Labour 2021 dari Para Site, Filipina.
6. Try Anggara
Seniman kelahiran Jakarta ini, mulai menggeluti dunia tari melalui komunitas Animal Pop Family. Try Anggara banyak terlibat dalam program internasional yang beberapa diantaranya adalah Festival Hujung Medini (Malaysia), dan Indonesia Dance Festival pada tahun 2016. Ia pun masih aktif melatih tari di Komunitas Cipta Urban dan menjadi bagian dari tim kreatif Yayasan Seni Tari Indonesia.
C. Empat Kurator Indonesia Dance Festival
Keenam peserta IDF yang mengikuti program Kampana, dikupas tuntas oleh empat kurator IDF, yaitu:
- Linda Mayasari (Indonesia), kurator seni pertunjukan, dramaturg, dan organisator seni.
- Nia Agustina (Indonesia), pembina bakat tari muda sekaligus pengelola situs kritik, ulasan tari dan seni pertunjukan di laman gelaran.id.
- Arco Renz (Deutschland), sutradara, koreografer, penari, pengajar, dan kurator, sekaligus direktur artistic perusahaan tari Kobalt Works di Brussel.
- River Lin (Perancis/Taiwan), kurator, editor tamu, dan seniman Taiwan yang berdomisili di Paris yang telah menghasilkan banyak karya di bidang seni dan budaya queer.
Penutup
Indonesian Dance Festival tahun 2024 menjadi festival ke-17 yang siap digelar di tiga tempat yaitu Komunitas Salihara Arts Center, Graha Bhakti Budaya, dan Gedung Kesenian Jakarta, yang akan berlangsung pada tanggal 2-6 November 2024. Dengan tema “Liquid Ranah”, IDF tahun ini mengajak semua tak hanya penonton, tetapi juga para seniman menjelajahi gerakan yang cair melalui eksplorasi banyak hal. Inilah indahnya seni tari kontemporer yang membuat banyak ide tergali, kreativitas tercipta melalui hal apa saja yang terjadi di sekitar dengan memasukkan unsur budaya. Bagaimana, kamu sudah siap menyaksikan Indonesian Dance Festival tahun 2024 ini?
15 komentar
Acara bagus pastinya ya?
Alhamdulillah akhirnya saya tahu apa itu Kantana
Karena kita bisa memahami makna dari setiap gerakan juga alur kisah yang ditampilkan di sepanjang pertunjukan. Inilah seni yang sebenarnya.